Senin, 24 Januari 2011

Zikir Tetapi Lupa

''Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.'' (QS Al-Hasyr: 19).

Istilah zikrullah secara bahasa artinya adalah mengingat Allah. Sedangkan secara syar'i maksudnya adalah kesadaran Muslim sebagai makhluk Allah yang wajib untuk berpikir secara islami dan berbuat sesuai syariat Islam, baik dia sedang berdiri, duduk, berbaring, atau apapun. Apalagi jika sedang mengucapkan kalimat-kalimat thoyyibah: lailaha illallah!

Kesadaran ini menjadi ruh setiap perbuatan Muslim, dan membedakannya dengan orang kafir. Karena dengan kesadaran itu, seorang Muslim akan selalu terikat dengan syariat dan aturan Allah, sehingga dia isi kehidupan ini hanya dengan perbuatan yang mendatangkan pahala dan selalu berusaha meninggalkan perbuatan dosa. Tanpa kesadaran itu, seorang Muslim tidak ada bedanya dengan orang kafir.

Bisa jadi ketika seseorang menolong orang dengan hati baiknya dia mendapatkan nilai kemanusiaan. Dia melaksanakan ibadah atau meditasi, dengan hati beningnya dia mendapatkan nilai keruhanian. Dia bersikap jujur dan adil, dengan jiwa luhurnya dia memegang nilai moral. Namun dia tidak mendapatkan apa-apa dari Allah bila apa yang dilakukan itu tidak dia kaitkan dengan perintah Allah serta motivasi iman dan takwa. Dia tidak mendapatkan pahala, apalagi keridlaan-Nya.

Istilah ingat atau zikir kepada Allah selama ini sering salah kaprah. Hanya dibatasi dengan perbuatan mengucapkan kalimat-kalimat tahlil, takbir, tahmid, tasbih, istighfar, dan lain lain. Itupun tidak jarang berupa pelafalan tanpa makna. Karenanya, seorang Muslim sering mengucapkan kalimat thoyyibah, bahkan malah menjadi agenda rutin akan tetapi perbuatannya banyak melanggar perintah Allah.

Orang itu senang berzikir untuk mengingat Allah, tetapi lupa dan enggan dengan aturan Allah. Selain perbuatan sunnah mengucapkan kalimat-kalimat thoyyibah, paling banter dia melakukan perbuatan wajib yang termasuk ibadah ritual belaka seperti: shalat, puasa Ramadhan, zakat fithrah, dan pergi haji. Di luar itu, dia seolah lupa bahwa Allah punya aturan yang sempurna dalam seluruh aspek kehidupan.

Walhasil, dia rajin berzikir dalam ibadah ritual saja, tetapi malas berzikir kepada Allah dalam dimensi-dimensi sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, keuangan, politik, pertahanan, dan keamanan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa apa yang dilakukan Nabi Muhammad dalam aspek non ritual itu bukan wahyu, tapi kreasi sosial kultural beliau.

Orang seperti ini pun banyak meninggalkan perbuatan wajib dan sunnah di bidang non ritual, bahkan dengan tanpa rasa bersalah dan berdosa menerjang larangan-larangan Allah. Ini semua akibat berzikir tetapi lupa.
 republika.
======



Tuliskan Komentar:


======

Tidak ada komentar:

Posting Komentar